Mengenal Situs Hanjuang di Kutamaya, Pohon Sakral di Kabupaten Sumedang

  • Bagikan

GARUTPLUS.CO.ID, GARUT – Situs Pohon Hanjuang Kutamaya di Sumedang memukau para pengunjung dengan keindahan alamnya yang mempesona dan keunikan spiritual yang melingkupinya. Terletak di tengah hutan hijau yang subur, situs ini merupakan tempat perlindungan bagi pohon yang dianggap sakral dan diyakini memiliki energi spiritual yang kuat.

Keberadaan situs ini menawarkan pengalaman yang memikat, mengajak pengunjung untuk merasakan kedamaian dan keselarasan dengan alam, sementara legenda dan mitos yang terkait dengan pohon tersebut menambah keajaiban yang tersimpan di dalamnya.

Terlihat indah mentari pagi cerah di hari Kamis pagi ini, pas pukul 10.00 WIB. Situs Pohon Hanjuang Kutamaya memiliki daya tarik bagi siapa yang melihatnya , terutama menarik perhatian para peneliti dan ahli alam, khususnya masyarakat Sumedang yang belum tahu akan cerita dibalik kisah di dalamnya.

Keunikan pohon ini sebagai salah satu pohon tertua dan terbesar di daerah tersebut telah menarik minat untuk mempelajari keanekaragaman hayati yang ada di sekitarnya. Ekosistem yang hidup di sekitar situs ini menyediakan tempat tinggal bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan langka, memperkaya keanekaragaman alam di area tersebut.

Upaya pelestarian lingkungan juga menjadi perhatian utama guna menjaga kelestarian Pohon Hanjuang Kutamaya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keajaiban alam Sumedang.

Kabupaten Sumedang memiliki banyak sejarah yang menarik untuk diketahui publik. Salah satunya adalah sejarah dari Pohon Hanjuang yang memiliki makna kuat dalam peradaban di Kabupaten Sumedang. Diketahui, selama ini Pohon Hanjuang atau disebut juga pohon andong, oleh banyak orang dipercaya memiliki khasiat bagi kesehatan. Akan tetapi, secara tradisi pohon ini suka dipakai sebagai simbol pembatas lahan perkebunan atau pesawahan. Bahkan, sebagian orang percaya jika Pohon Hanjuang sebagai sawen tolak bala atau cara tradisional untuk menolak berbagai gangguan kekuatan gaib dan wabah penyakit.

Terlihat seorang bapa tua berkepala 5 sedang menyirami tanaman, Apun (70) Juru Kunci, merawat fasilitas penziarah yang berada di dalam situs tersebut. Keberadaan nya membawa peran penting bagi tempat bersejarah peninggalan Mbah Eyang Perkasa. Dia menceritakan dari awal perjalanannya sampai mengapa ia berada disini.

Di Kabupaten Sumedang tepatnya di Dusun Pangjeleran, Desa Padasuka, Kecamatan Sumedang Utara, ada sebuah situs bernama situs pohon hanjuang yang usianya telah mencapai ratusan tahun. Pohon hanjuang tersebut konon syarat akan nilai sejarah. Pohon tersebut tumbuh dalam bangunan benteng seluas kurang lebih 4 meter x 5 meter. Namun sayangnya, pohon hanjuang yang tumbuh saat ini merupakan sisa dari akar-akar pohon hanjuang yang pernah ada. Disebut pernah ada karena pohon hanjuang sebelumnya yang memiliki batang sebesar betis orang dewasa dengan tinggi sekitar 4 meteran telah raib dicuri orang pada sekitaran 2000 – 2010.

Atas terjadinya kejadian yang tak di inginkan itu lantas memberikan jadwal pemeliharaan bagi situs tersebut guna menjaga dan membantu memelihara juru kunci yang kadang punya kesibukan masing-masing, kata Adang (45) warga setempat.
“Sebelum saya jadi juru kunci di sini, dulu mah pohon hanjuang ini besar sebesar betis, bahkan dari jalan bisa kelihatan. Namun antara tahun 2000 sampai 2010 ke bawah ada yang ngambil dan siapa yang mengambilnya tidak ada orang yang tahu,” ungkap Apun (70) sambil menyebutkan bahwa ia menjadi juru kunci situs tersebut sejak tahun 2020.

Perjalanan Apun pun berhenti dan beralih menjadi juru kunci yang asalnya hanya masyarakat biasa saja, kesehariannya memancing menyusuri setiap sungai yang berada di Pangjeleran, Padasuka Sumedang. Namun nasib malang mengguruguti profesinya yang mengharuskan ia menggantikan posisi juru kunci yang sebelumnya menderita penyakit hingga berujung ajal menjemputnya.

Lantas pohon hanjuang tersebut konon ditanam oleh Jaya Perkosa sebagai sebuah petanda yang ditujukan bagi Prabu Geusan Ulun yang saat itu sebagai Raja Kerajaan Sumedang Larang. Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam sebuah tulisan prasasti di dalam situs tersebut.

“Kula Nanjeurkeun ieu tangkal hanjuang
Ciri asih ka Prabu Geusan Ulun
Meun Seug ieu tangkal hanjuang daunna subur
Ciciren kula unggul
Tapi meun seug ieu tangkal hanjuang
Layu atau perang
Ciciren kula ka soran di palagan”
±1585
“Saya menandaskan pohon hanjuang ini, sebagai tanda kasih sayang kepada Prabu Geusan Ulun, kalau semisal pohon hanjuang ini daunnya subur, itu pertanda saya menang. Tapi kalau semisal pohon hanjuang ini layu atau perang, itu pertanda saya kalah di medan perang” ±1585”.

Menurut Apun, tulisan diatas berkaitan dengan peristiwa peperangan persoalan putri Harisbaya dengan Pangeran Geusan Ulun menjadi sebuah perselisihan antara Sumedang Larang dengan Kasultanan Cirebon.

Saat itu, sambung Apun, Jaya Perkosa berpesan kepada Prabu Geusan Ulun jika pohon hanjuang itu tumbuh subur maka itu tandanya ia memenangkan dalam laga peperangan tersebut. Sementara jika sebaliknya maka ia menerima kekalahan.

”Makanya disana ada tertulis kata ‘ka soran’, itu artinya kalah,” terangnya.***(Ilham Abdilah)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *